akuntansi

akuntansi

Rabu, 23 April 2014

PERBEDAAN BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL



KATA PENGANTAR
     Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nyalah kami dapat menyelesaikan karya tulis ini tepat pada waktunya.
     Kami menyadari karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, demi kesempurnaan karya tulis ini pada pembuatan karya tulis selanjutnya.
     Kami ingin mengucapkan terimakasih kepada pembaca yang telah memberikan kritik dan saran untuk kami demi kesempurnaan karya tulis ini.
     Terlepas dari kekurangan-kekurangan karya tulis ini, kami berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembacanya.
Amin yaa Rabbal ‘Alamin                                                                   

                                                                                                     Malang, 01 januari 2013
                                                                                                                   Penulis,
           



DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................1
Daftar Isi..........................................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2  Rumusan Masalah.....................................................................................................4
1.3  Tujuan Penulisan.......................................................................................................4
1.4  Metode Penulisan......................................................................................................4
1.5  Sistematika Penulisan...............................................................................................5
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bank........................................................................................................7
2.2 Bank Konvesional......................................................................................................7
2.2.1 Sejarah Perbankan Konvensional..........................................................................7
2.2.2 Pengertian Bank Konvesional................................................................................9
2.2.3 Prinsip Bank Konvesional.......................................................................................9
2.3 Bank Syariah...........................................................................................................11
2.3.1 Sejarah Munculnya Perbankan Syariah...............................................................11
2.3.2 Pengertian Bank Syariah......................................................................................13
2.3.3 Prisip-Prisip Bank Syariah....................................................................................13
2.3.4 Produk Bank Syariah............................................................................................14
2.3.5 Hukum Perbankan Syariah...................................................................................16
BAB III : PEMBAHASAN
3.1 Peredaan Bank Konvensional dan Bank Syariah....................................................23
3.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil...........................................................................23
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................24
4.2 Saran.......................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................25

                                           



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit, dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank, kini telah  menjadi tempat yang dipercaya oleh masyarakat  untuk menyimpan uang baik untuk  pribadi, perusahaan swasta, BUMN, Instansi-instansi pemerintah, yayasan dan organisasi-organisasi lain yang menginginkan keamanan dari sejumlah uang ataupun kekayaannya. Bank juga dipercaya sejumlah masyarakat untuk meminjam uang untuk sejumlah kebutuhan hidup mereka.
Diera modern ini semakin banyak bank-bank yang beredar di Indonesia, baik bank konvensional maupun bank syari’ah dengan berbagai priduk-produk yang ditawarkannya. Masyarakat Indonesia, terutama masyarakat perdesaan banyak yang tidak mengerti tentang perbedaan bank tersebut, bahkan saat mereka berakad dengan bank-bank tersebut mereka tidak mengerti dengan perjanjian yang ia sepakati tersebut, padahal seharusnya mereka dapat mengerti perjanjian yang mereka lakukan sebelum perjanjian itu terjadi.
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diangkat pada karya tulis ini adalah:
Apakah perbedaan antara bank konvensional dan bank syari’ah?
1.3  Tujuan penulisan
1.    Dapat mengetahui perbedaan antara bank konvensional dan bank syari’ah
2.    Dapat membedakan antara bank konvensional dan bank syari’ah
3.    Dapat lebih tepat untuk memilih yang lebih  baik antara bank konvensional dan bank syari’ah
1.4  Metode Penulisan
Saya menulis makalah ini berdasarkan materi yang saya kumpulkan dari internet, dan saya rangkum dari data yang saya dapat. Maka terbentukah makalah ini yang membahas perbedaan bank konvensional dan bank syari’ah.

1.5  Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan karya tulis ini, saya menulisnya dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
1.2  Rumusan masalah
1.3  Tujuan penulisan
1.4  Metode penulisan
1.5  Sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bank
2.2 Bank Konvesional
2.2.1 Sejarah Perbankan Konvensional
2.2.2 Pengertian Bank Konvesional
2.2.3 Prinsip Bank Konvesional
2.3 Bank Syariah
2.3.1 Sejarah Munculnya Perbankan Syariah
2.3.2 Pengertian Bank Syariah
2.3.3 Prisip-Prisip Bank Syariah
2.3.4 Produk Bank Syariah
2.3.5 Hukum Perbankan Syariah

BAB III : PEMBAHASAN
3.1 Peredaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
3.2 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BAB IV : PENUTUP
4.1  Kesimpulan
4.2  Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bank
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
2.2 Bank Konvensional
2.2.1 sejarah bank konvensional
Tahun 1690 adalah sejarah pertama kalinya Bank didirikan dalam bentuk Firma, yaitu saat kerajaan Inggris berniat membangun kembali kekuatan armada lautnya untuk bersaing dengan kekuatan armada laut Prancis dengan kemampuan pendanaan yang tidak baik. Situasi ini mendorong William Paterson dan Charles Montagu menemukan ide untuk membentuk lembaga keuangan intermediasi yang dapat membiayai dana tersebut hanya dalam waktu dua hari. belas
Sejak saat itu Perbankan berkembang dengan sangat pesat dan menyebar ke seluruh daratan Eropa. Perbankan juga menyebar ke Asia Barat melalui pera pedagang, kemudian berkembang juga ke Asia bagian lain, Afrika dan Amerika melalui bangsa Eropa yang melakukan penjajahan.
Di Indonesia sendiri, sejarah Perbankan erat kaitannya dengan negara Belanda, yang merupakan negara yang berkuasa di bumi pertiwi kala itu. Pada 24 Januari 1828, Belanda mendirikan De Javasche Bank, NV di Batavia dan Nederlandsche Escompto Maatschappij, NV pada tahun 1918.Nederlandsche Escompto Maatschappij, NV adalah bank yang memiliki peran sebagai pemegang monopoli pembelian hasil bumi dalam negeri dan penjualan ke luar negeri. Selain kedua Bank tersebut, terdapat beberapa Bank Hindia Belanda yang memiliki peranan penting,yaitu:
  1. De Post Poar Bank. De Javasce NV.
  2.  
  3. Hulp en Spaar Bank.
  4. De Algemenevolks Crediet Bank.
  5. Nederland Handles Maatscappi (NHM).
  6. Nationale Handles Bank (NHB).
  7. De Escompto Bank NV.
  8. Nederlansche Indische Handelsbank
Selain beberapa Bank tersebut di atas, terdapat juga Bank milik orang Indonesia dan orang asing ( Eropa, Tiongkok dan Jepang ) yang mulai berdiri :
  1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank
  2. Bank Nasional indonesia.
  3. Bank Abuan Saudagar.
  4. NV Bank Boemi.
  5. The Chartered Bank of India, Australia and China
  6. Hongkong & Shanghai Banking Corporation
  7. The Yokohama Species Bank.
  8. The Matsui Bank.
  9. The Bank of China.
  10. Batavia Bank.
Seiring dengan berjalannya waktu, Indonesia memperoleh kemerdekaan dan hal ini cukup memberikan dampak bagi Perbankan Indonesia. Beberapa bank Belanda kemudian dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Berikut ini adalah beberapa bank di Indonesia pada awal zaman kemerdekaan :
  1. NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank , berdiri di Bandung, 4 April 1941 ( sekarang menjadi Bank OCBC NISP ). Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI '46.
  2. Bank Rakyat Indonesia , berdiri 22 Februari 1946 ( semula bernama De Algemenevolks Crediet Bank atau Stomin Ginko ).
  3. Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) , berdiri di Solo tahun 1945.
  4. Bank Indonesia berdiri di Palembang tahun 1946.
  5. Bank Dagang Nasional Indonesia berdiri di tahun 1946 di Medan .
  6. Indonesian Banking Corporation berdiri tahun 1947 di Yogyakarta .
  7. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
  8. Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 .
  9. Bank Timur NV berdiri di Semarang , kemudian sempat berganti nama menjadi Bank Gemari , lalu melakukan merger Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
2.2.2 Pengertian Bank Konvensional
Pengertian Bank Konvensional - Menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2.3 Prinsip Bank Konvensional
Martono (2002) menjelaskan prinsip konvensional yang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu :
  • Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingkat bunga tertentu.
  • Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak bank menggunakan atau menerapakan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. Sistem penetapan biaya ini disebut fee based.
·         Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
  • Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang 
  • Sistem bunga: 
    • Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank 
    • Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank 
    • Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik 
    • Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam 
    • Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam 
    • Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi


2.3 Bank Syariah
2.3.1 SEJARAH MUNCULNYA PERBANKAN SYARIAH
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.
      Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan diMalaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.


DI INDONESIA
      Rintisan praktek perbankan Islam di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, untuk menyebut beberapa, di antaranya adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudlarabah, musyarakah dan murabahah.
      Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian Bank Islam di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.
      Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Kelahiran Bank Islam di Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah RI yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep bank Islam, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri. KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian Bank Islam di Indonesia karena political-will belum mendukung.
      Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI membuka cabang Syariah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti (BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Per bulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan permohonan membuka cabang syariah, yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh.
2.3.2 Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
2.3.3 PRINSIP –PRINSIP BANK SYARIAH
       Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan usaha atau kegiatan lainya yang sesuai dengan syariah.
beberapa prinship hukum yang dianut oleh bank syariah antara lain :
1. pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2. pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak mempunyai nilai intrinsik.
4. Unsur Gharar ( ketidakastian, spekulasi ) tidak diperkenankan. keduabelah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
5. Investasi hanya boleh pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
sedangkan untuk prinsip ekonomi, terdapat tujuh prinsip ekonomi yang menjiwaii bank syariah yaitu:
1. keadilan, kesamaan dan solidaritas
2. larangan terhadap objek dan mahluk
3. pengakuan kekayaan intelektual
4. harta sebaiknya digunakan secara rasional dan baik ( fair way )
5. tidak ada pendapatan tana usaha dan kewajiban.
6. kondisi umum dari kredit
 2.3.4 Produk Perbankan syariah
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
A. Penyaluran dana
a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
      Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual – beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
1. Pembiayaan Murabahah
      Murtabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) yaitu transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayarannya.
2. Salam                                                                    
      Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
3. Istishna
      Produk ini menyerupai produk salam, namun dalam istihna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istihna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
B. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
      Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah musyarakah dan mudharabah.
a. Musyrakah
      Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukkan seluruh bentuk sumber daya (aset) baik yang berwujud maupun tidak berwujud (berupa dana, barang perdagangan [trading asset], kewiraswaataan [entrepreneurship], kepandaian [skill], kepemilikan [property], peralatan[equipment], atau intangible asset [seperti hak paten atau goodwill], kepercayaan/reputasi [credit worthiness] dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
b. Mudharabah
      Mudhrabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercyakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
c. Mudharabah Muqqayadah
      Karakteristik mudharabbah muqayadah pada dasarnya sama dengan spersyaratan diatas. Perbedaannya adalah terletak pada dasarnya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaanpemilik modal.
B. Produk Penghimpunan Bank
      Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabuangan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan mudharabah.
C. Jasa Perbankan
      Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan berupasewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:
a. Hiwalah (Alih Utang – Piutang)
      Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang.
b. Rahn (Gadai)
      Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan harus milik sendiri, jelas ukuran,sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c. Qardh
      Qardh adalah pinjaman uang.
d. Wakalah
      Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Garansi Bank)
      Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjaminpembayaran suatu kewajiban pembayaran.


2.3.5 Hukum Perbankan Syariah
      Melalui Pasal 6 huruf m Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 6 huruf m beserta penjelasannya tidak mempergunakan sama sekali istilah       Bank Islam atau Bank Syariah sebagaimana dipergunakan kemudian sebagai istilah resmi dalam UUPI, namun hanya menyebutkan:
“menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.”
Di dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum pun hanya disebutkan frasa “Bank Umum yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil” dan di penjelasannya disebut “Bank berdasarkan prinsip bagi hasil”. Begitu pula dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat hanya menyebutkan frasa “Bank Perkreditan Rakyat yang akan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” yang dalam penjelasannya disebut “Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan bagi hasil”.
      Kesimpulan bahwa “bank berdasarkan prinsip bagi hasil” merupakan istilah bagi Bank Islam atau Bank Syariah baru dapat ditarik dari Penjelasan Pasal 1 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam penjelasan ayat tersebut ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat berdasarkan Syari’at dalam melakukan kegiatan usaha bank.
       Melihat ketentuan-ketentuan yang ada dalam PP No. 72 Tahun 1992,
keleluasaan untuk mempraktekkan gagasan perbankan berdasarkan syariat Islam terbuka seluas-luasnya, terutama berkenaan dengan jenis transaksi yang dapat dilakukan. Pembatasan hanya diberikan dalam hal :
1. Larangan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (maksudnya kegiatan usaha berdasarkan perhitungan bunga) bagi Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil. Begitu pula Bank Umum atau BPR yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil dilarang melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil.
2. Kewajiban memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas melakukan pengawasan atas produk perbankan baik dana maupun pembiayaan agar berjalan sesuai dengan prinsip Syari’at, dimana pembentukannya dilakukan oleh bank berdasarkan hasil konsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
      Pada saat berlakunya UU No. 7 Tahun 1992, selain ketiga PP tersebut di atas tidak ada lagi peraturan perundangan yang berkenaan dengan Bank Islam. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa eksistensi Bank Islam yang telah diakui secara hukum positif di Indonesia, belum mendapatkan dukungan secara wajar berkenaan dengan praktek traksaksionalnya. Hal ini dapat dilihat misalnya dari tidak seimbangnya jumlah dana yang mampu dikumpulkan dibandingkan dengan penyalurannya di masyarakat. Bagi BMI tidak ada kesulitan untuk mengumpulkan dana berupa tabungan dan investasi dari masyarakat, namun untuk penyalurannya masih sangat terbatas, mengingat belum adanya instrumen investasi yang berdasarkan prinsip syariah yang diatur secara pasti, baik instrumen investasi di Bank Indonesia, Pemerintah, atau antar-bank. Tidak mengherankan bilamana dalam Laporan Keuangan BMI pada masa tersebut dapat ditemukan satu pos anggaran atau account yang diberi istilah sebagai “Pendapatan Non Halal”, yakni pendapatan yang didapat dari transaksi yang bersifat perbankan konvensional.
Perkembangan lain yang patut dicatat berkaitan dengan perbankan syariah pada saat berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah berdirinya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI). BAMUI berdiri secara resmi tanggal 21 Oktober 1993 dengan pemrakarsa MUI dengan tujuan menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan, jasa dan lain-lain di kalangan umat Islam di Indonesia. Dengan demikian dalam transaksi-transaksi atau perjanjian-perjanjian bidang perbankan syariah lembaga BAMUI dapat menjadi salah satu choice of forum bagi para pihak untuk menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan transaksi atau perjanjian tersebut. Perkembangan kemudian berkenaan dengan BAMUI, melalui Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 menetapkan di antaranya perubahan nama BAMUI menjadi Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (BASYARNAS) dan mengubah bentuk badan hukumnya yang semula merupakan Yayasan menjadi ‘badan’ yang berada di bawah MUI dan merupakan perangkat organisasiMUI. Meskipun pada saat berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 perkembangan perbankan syariah masih sangat terbatas, namun sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH merupakan salah satu tonggak sejarah yang sangat penting khususnya di dalam kehidupan umat Islam dan pada umumnya bagi perkembangan Hukum Nasional. Dalam makalahnya yang berjudul “Peranan BAMUI Dalam Pembangunan Hukum Nasional” beliau mengatakan sebagai berikut :
“Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 membawa era baru dalam sejarah perkembangan hukum ekonomi di Indonesia. Undang-undang tersebut memperkenalkan “sistem bagi hasil” yang tidak dikenal dalam Undang-undang tentang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967. Dengan adanya sistem bagi hasil itu maka Perbankan dapat melepaskan diri dari usaha-usaha yang mempergunakan sistem “bunga”.
… Jika selama ini peranan Hukum Islam di Indonesia terbatas hanya pada bidang hukum keluarga, tetapi sejak tahun 1992, peranan Hukum Islam sudah memasuki dunia hukum ekonomi (bisnis).”
Pada tahun 1998 eksistensi Bank Islam lebih dikukuhkan dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut, sebagaimana ditetapkan dalam angka 3 jo. angka 13 Pasal 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, penyebutan terhadap entitas perbankan Islam secara tegas diberikan dengan istilah Bank Syari’ah atau Bank Berdasarkan Prinsip Syari’ah. Pada tanggal 12 Mei 1999, Direksi Bank Indonesia mengeluarkan tiga buah Surat Keputusan sebagai pengaturan lebih lanjut Bank Syariah sebagaimana telah dikukuhkan melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yakni :
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, khususnya Bab XI mengenai Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang Syariah;
2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah ; dan
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
Selanjutnya berkenaan dengan operasional dan instrumen yang dapat dipergunakan Bank Syariah, pada tanggal 23 Februari 2000 Bank Indonesia secara sekaligus mengeluarkan tiga Peraturan Bank Indonesia, yakni :
1. Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah , yang mengatur mengenai kewajiban pemeliharaan giro wajib minimum bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
2. Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, yang dikeluarkan dalam rangka menyediakan sarana penanaman dana atau pengelolaan dana antarbank berdasarkan prinsip syariah; dan
3. Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) , yakni sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip Wadiah yang merupakan piranti dalam pelaksanaan pengendalian moneter semacam Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam praktek perbankan konvensional.
      Berkenaan dengan peraturan-peraturan Bank Indonesia di atas, relevan dikemukakan dalam hal ini mengenai tugas Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UUBI). Pasal 10 ayat (2) UUBI memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk menggunakan cara-cara berdasarkan prinsip syariah dalam melakukan pengendalian moneter. Kemudian Pasal 11 ayat (1) UUBI juga memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek suatu Bank dengan memberikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Dipandang dari sudut lain, dengan demikian UUBI sebagai undang-undang bank sentral yang baru secara hukum positif telah mengakui dan memberikan tempat bagi penerapan prinsip-prinsip syariah bagi Bank Indonesia dalam melakukan tugas dan kewenangannya.
      Disamping peraturan-peraturan tersebut di atas, terhadap jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, Bank Syariah juga wajib mengikuti semua fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sampai saat ini DSN telah memfatwakan sebanyak 43 fatwa, melingkupi fatwa mengenai produk perbankan syariah, lembaga keuangan non-bank seperti asuransi, pasar modal, gadai serta berbagai fatwa penunjang transaksi dan akad lembaga keuangan syariah, yakni sebagai berikut:
No. NOMOR FATWA TENTANG
1 01/DSN-MUI/IV/2000 Giro
2 02/DSN-MUI/IV/2000 Tabungan
3 03/DSN-MUI/IV/2000 Deposito
4 04/DSN-MUI/IV/2000 Murabahah
5 05/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Salam
6 06/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Istishna
7 07/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
8 08/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Musyarakah
9 09/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Ijarah
10 10/DSN-MUI/IV/2000 Wakalah
11 11/DSN-MUI/IV/2000 Kafalah
12 12/DSN-MUI/IV/2000 Hawalah
13 13/DSN-MUI/IX/2000 Uang Muka dalam Murabahah
14 14/DSN-MUI/IX/2000 Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
15 15/DSN-MUI/IX/2000 Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS
16 16/DSN-MUI/IX/2000 Diskon dalam Murabahah
17 17/DSN-MUI/IX/2000 Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran
18 18/DSN-MUI/IX/2000 Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS
19 19/DSN-MUI/IX/2000 Al-Qardh
20 20/DSN-MUI/IX/2000 Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah
21 21/DSN-MUI/X/2001 Pedoman Umum Asuransi Syari’ah
22 22/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Istishna Paralel
23 23/DSN-MUI/III/2002 Potongan Pelunasan Dalam Murabahah
24 24/DSN-MUI/III/2002 Safe Deposit Box
25 25/DSN-MUI/III/2002 Rahn
26 26/DSN-MUI/III/2002 Rahn Emas
27 27/DSN-MUI/III/2002 Al-Ijarah al-Muntahiya bi al-Tamlik
28 28/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)
29 29/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Pengurusan Haji LKS
30 30/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah
31 31/DSN-MUI/VI/2002 Pengalihan Utang
32 32/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah
33 33/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah Mudharabah
34 34/DSN-MUI/IX/2002 L/C Impor Syari’ah
35 35/DSN-MUI/IX/2002 L/C Ekspor Syari’ah
36 36/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia
37 37/DSN-MUI/X/2002 Pasar Bank Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah
38 38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (Sertifikat IMA)
39 39/DSN-MUI/X/2002 Asuransi Haji
40 40/DSN-MUI/X/2003 Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal
41 41/DSN-MUI/III/2004 Obligasi Syariah Ijarah
42 42/DSN-MUI/V/2004 Syariah Charge Card
43 43/DSN-MUI/VIII/2004 Ganti Rugi (Ta’widh)


BAB III
PEMBAHASAN
3.1  Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
      Bank konvensional sangat berbeda dengan bank syariah. sistem keuangan dan perbankan syariah adalah merupakan subsistem dari suatu sistem ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas dari pada bank konvensional. didalam Bank konvensional  juga terdapat unsur mmencari keuntungan, sementara dalam bank syariah tidak mencari keuntungan.
      Di dalam perbankan konvensional juga terdapat kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga, sedangkan dalam bank syariah tidak ada istilah bunga, tetapi yang ada adalah bagi hasil. Dalam bank konvensional menggunakan prinsip pinjam meminjam uang, sedangkan bank syariah menggunakan prinsip jual beli. Dalam bank konvensinal nasabah dianggap sebagai kreditur, sementara dalam bank syariah nasabah adalah mitra. Dalam bank syariah, untung atau rugi ditanggung bersama-sama, sementara dalam bank konvensional untung atau rugi ditanggung oleh salah satu pihak.
3.2  perbedaan bunga dan bagi hasil
      Bunga dan bagi hasil sangat berbeda sekali karena didalam bunga,Besarnya bunga sesuai dengan besarnya uang yang dipinjam oleh nasabah, sementara bagi hasil besarnya tergantung pada untung atau tidaknya usaha yang telah dilakukan oleh bank syariah.


BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesipulan
      Dari perbedaan diatas dapat disimulkan bahwa bank syariah dalam sistem ekonomi Islam cakupannya lebih luas dari pada bank konvensional.
      Bank konvensional menerapkan prinsip bunga,sementara bank syariah menerapkan prinsip bagi hasil.
      Bunga ditentukan sesuai dengan jumlah pinjaman
      Bagi hasil ditentukan oleh besarnya keuntungan usaha.
4.2  Saran
Sebaiknya ketika akan memilih bank, anda harus mempertimbangkan antara bank konvensional dan bank syariah terlebih dahulu, dan sebaiknya pahami jenis perjanjian apa yang akan dilaksanakan. Pilihlah bank yang sesuai dengan yang anda inginkan dengan pertimbangan yang matang.



DAFTAR PUSTAKA
v  http://sejarah perbankan & Perbankan Indonesia.htm
v  http://semester%203/Pengertian,%20klasifikasi,%20tugas,%20fungsi,%20kegiatan%20serta%20peranan%20Bank%20%C2%AB%20Indonesiaku.htm
v  http://semester%203/contoh%20makalah%20perbankan%20syariah%20%C2%AB%20merahkuning.htm
v  http://semester%03/pengertian-bank-konvensional-dan.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar